Kopi Terakhir di Rumahmu

 


Aku datang lagi, untuk menuntaskan segala masalah yang mengganjal di hati. Kau ingin kita selesai, sementara aku masih berandai, agar kita tak usai. 


Sepanjang jalan menuju rumahmu sekali lagi atau mungkin terakhir kali, aku berdoa dalam hati, agar kau menerima kehadiranku lagi, bukan mengusirku jauh pergi. 


Aku tiba diiringi hujan rintik, basah setitik, dengan motor matic. ku kabari, bahwa aku sedang berdiri, di depan pagarmu sebelah kiri. 


Ucapan "aku udah didepan" bukan lagi seperti dulu yang buat kau bahagia, melainkan buat kau susah. Karena dirimu sudah tak mau aku temui. Muak katanya, melihat wajah ini. Kesal rasanya, mendengar suara ini. Bosan dirinya, mencintai pria ini. 


Ibumu persilahkan aku masuk, duduk, dan memberiku secangkir kopi untuk ku teguk. Aku masih menganggap,  saat aku tiba kau yang membuat kopi itu dengan tanggap, ternyata tetap, kopi itu ibumu yang buat,  sebagai bentuk perlakuan terhadap tamu sesuai adat.


Kau duduk berjauhan dariku, berusaha tak menatapku, namun ku tatap kau, berharap kau balik tatap aku.


Tiba-tiba kau katakan sesuatu, "Habisin kopinya, trus langsung pergi kamu!". Kata-katamu itu, hancurkan harga diriku. 


Aku seperti pengemis yang kau jamu, diberi minum layaknya tamu, lalu disuruh pergi karena terlalu bau.


Namun aku tetap mengemis padamu, tuk beri aku waktu, dan jelaskan maksud kedatanganku, hanya ingin bertemu, syukur-syukur kita bisa tetap bersatu.


"Tidak!" adalah sebuah jawaban yang disertai pukulan, tamparan dan makian yang buat harga diriku semakin berjatuhan. 


Kau diam sejenak lalu duduk di kursi, aku berusaha mendekati, namun kau menyuruhku tuk menjauhi.


Aku tetep memohon, meski jawaban 'tidak' keluar dengan monoton, aku pun tetap memohon.


Saat kau tidak memperhatikan, aku tiba-tiba beri kau pelukan, yang sangat aku rindukan, karena kita t'lah lama jauh secara jarak dan perasaan.


Terkejutnya kau biarkan aku, menangis di pelukan itu, selama beberapa waktu, tanpa ada perlawanan darimu


Kau diam sejenak, lalu tiba-tiba kau terhentak, membuat pelukan itu retak


Kau bilang kita tetap sama, tak ada yang berubah, kita ini sudah, tak ada lagi rasa, dan pelukan tadi adalah bagian dari berpisah, merubah semua yang pernah kita rasa, menjadi sirna.


Lalu aku pulang, dengan pikiran yang lalu lalang, karena hal terberat yang tak pernah terbayang, lupakan dirimu dan pergi menghilang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semua yang Kamu Miliki (SKM)

Sang Gadis dan Coklat Favoritnya

Wedang Jahe (Wes ora usah begaDang, Jare pengen sehat Hehe)