Rambut yang Terpaut (1)

 



Setelah kita tak bersama semua berubah. Berubah untuk memperlihatkan bahwa semua yang dulu ada sudah tiada. Seperi lingkungan, kebiasaan, keadaan, bahkan penampilan.

Dari ribuan perubahan yang signifikan terjadi saat kita sudah tidak memiliki visi dan misi yang sama, adalah rambut. Dulu kita pernah saling memberi jenis gaya rambut yang tidak disukai. Kau tidak suka bila rambutku panjang, kau ingin aku selalu terlihat rapi,

Sementara aku tidak suka jika rambutmu terlalu pendek, bahkan sependek rambut laki-laki jujur saja rambut panjang yang terurai membuatmu sangat cantik.

Jika aku ingat kembali waktu pertama kali kita bertemu adalah saat itu, aku tengah ingin meminjam buku biologi, aku datang ke kelasmu, karena sebelum istirahat pertama, pelajaran biologi yang kau tempuh. Aku berseru 'Adakah buku biologi yang bisa aku pinjam?'. Satu kelas tidak ada yang memperhatikan, bahkan teman sekelasmu yang aku tahu namanya tidak mau meminjamkan. Mungkin karena dia cewek dan malu jika dikira ada perasaan denganku hanya karena meminjami buku paket biologi.

Aku jadi bingung, sempat aku ingin pindah ke kelas yang lain, namun kau menyodorkan bukumu.

"Nih pake aja punyaku."

"Makasih, namamu siapa?", tanyaku.

"Alfi.. Kamu?"

"Aku Idan, anak kelas Mipa 7, nanti habis pelajaran usai langsung aku kembalikan ya."

"Santai, bawa aja daripada disuruh keluar sama Pak Yanto."

"Iyaa hehe."

Satu temen sekelasmu, seorang cowok bersorak-sorak tidak berguna, membuat sekelas mengejek kita. Tapi kau acuh tak acuh dan tetap santai saja.

Nyawaku terselamatkan dari amukan Pak Yanto, guru Biologi yang sadis itu. Jika saja Alfi tidak meminjami buku mungkin aku tidak dapat mengikuti pelajaran, karena akan disuruh belajar diluar kelas.

Satu hal yang membuatku merasa pikun adalah aku lupa untuk mengembalikan buku yang aku pinjam kepadamu. Setelah bel pulang sekolah berbunyi aku langsung bergegas menuju kelas Mipa 8, untuk mengembalikan buku yang aku pinjam darimu, Alfi. Tapi aku terlambat, kamu sudah tidak ada bangku depan, saat aku tanya ke teman kelasmu, katanya kamu sudah pulang. Yahh aku merasa nggak enak, akhirnya aku ambil motorku di parkiran dan berniat untuk mengembalikannya besok. 

Saat aku keluar dari gerbang sekolah, aku beruntung karena ternyata kamu ada di halte bus. Aku langsung menuju di tempat kau berdiri memarkir motorku dan memanggilmu.

"Alfi!, maaf yaa tadi pas istirahat kedua lupa ngembalikan buku Biologimu."

Kau hanya diam saja dan memandangiku tanpa berkata apapun. Apa mungkin kau sudah lupa denganku, padahal baru hari ini kita berkenalan dan kau lupa denganku. Aku mencoba memperkenalkan diri dan menyebut nama, namun kau tetap saja diam. Lalu kau menggerakkan tanganmu dan membuka kaca helmku.

"Oalahh Idan, buka helmnya dulu kalau mau nyapa."

Betapa bodohnya aku lupa untuk melepas helm yang aku pakai, aku malu sekali. 

"Maaf, fi, tadi kebingungan gara-gara lupa ngembalikan buku takutnya kamu marah, aku jadi nggak enak."

"Walah iyaa buku Biologi yaa, makanya tasku terasa ringan", balasmu sambil tersenyum. 

Kubuka tasku dan kuambil buku Biologimu.

"Makasih yaa, gara-gara buku kamu, aku tadi bisa jawab quiz dadakan tadi."

"Kok bisa?"

"Soalnya banyak soal-soal latihan yang udah kamu kerjain, otomatis aku jadi bisa jawab", ucapku sambil tertawa.

"Ohh syukur deh."

"Kalau boleh kutebak, kamu suka baca buku yaa?."

"Sok tahu kamu!"

"Buktinya buku yang bosenin kayak buku paket aja dibuka, dikerjain pula soal-soalnya."

"Hehehe, iyaa lumayan suka baca, novel sih biasanya, kalau buku paket, sayang aja kalau nggak dibaca, udah dibeli juga."

Aku agak malu mengingat buku-buku paket yang kubuka hanya ketika akan ujian saja.

"Omong-omong kamu nunggu dijemput Fi?", tanyaku mengalihkan topik.

"Enggak, aku nunggu angkot."

"Angkotmu jurusan apa?"

"Angkot E, jurusan Pakusari."

"Daripada kamu nunggu angkot lama, mending aku antar, itung-itung aku bantu kamu setelah kamu bantu aku."

"Jangan ahh, aku ngerepotin kamu ntar."

"Enggak kebetulan rumahku juga Pakusari, jadi bisa sekalian."

"Tapi aku nggak bawa helm, nanti kamu bisa kena tilang."

"Aman aku tahu jalan pintas yang jarang ada polisi."

Kami berangkat menuju Pakusari melewati jalan pintas, Akupun jadi tahu ternyata Alfi berasal dari keluarga TNI AD. Dia dan sekeluarga tinggal di markas Yonif 509. Akupun tidak menanyakan apapun tentang itu kepadanya.

"Makasih yaa, Idan", ucap Alfi.

"Sama-sama."

Sebelum Alfi masuk ke portal masuk perumahan prajurit, aku menanyakan satu hal.

"Fi, kamu baca Catcher in the Rye?"

Alfi terdiam dan menoleh ke arahku.

"Kamu baca bukunya J.D. Salinger?"

"Iyaa, kenapa?"

"Sumpah, Ndan?!"

"Iyaa, aku ada bukunya..Kenapa?"

"Kalau kamu tahu yaa, aku ingin baca itu dari dulu, cuma aku adanya pdfnya aja, bahasa Inggris tapi."

"Yaudah besok pagi aku kesini bawa bukunya."

"Ngapain kesini? Kan bisa dikasih ke sekolah."

"Yaa sekalian berangkat bareng ke sekolah."

"Aduh nggak ngerepotin ini, Ndan?"

"Aman.. eh besok kamu mata pelajaran fisika jam berapa?"

"Setelah istirahat kedua, kenapa?"

"Nah aku pinjam yaa aku mau nyalim catatan hehe."

"Boleh.. Kirain mau nggak bawa lagi."

"Enggak dong.. Yaudah aku pulang dulu sampe jumpa besok, Fi."

"Okay, hati-hati yaa."

Entah kenapa sepanjang perjalan menuju rumah, aku merasa ada sesuatu yang berbeda dengan cewek yang baru saja aku kenal pagi ini, Alfi. Aku merasakan dia bukan cewek yang biasa, bukan cewek yang jaim atau menjaga image dengan lelaki, dan juga gampang berbaur. Selama ini yang aku alami, terutama oleh teman sekelasku yang cewek mereka memperlakukan dengan berbeda, apa karena aku tidak gampang berbaur a.k.a. introvert, entahlah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semua yang Kamu Miliki (SKM)

Sang Gadis dan Coklat Favoritnya

Wedang Jahe (Wes ora usah begaDang, Jare pengen sehat Hehe)