Si Pengemis dan Si Pejabat
Suatu ketika, aku melihat seorang pengemis yang meminta belas kasih seorang pejabat sambil mengadahkan tangan kirinya. Bukan karena tidak sopan, tapi karena tangan kanannya sudah tiada. Dia memohon kepada pejabat itu untuk memberikan sedikit kekayaan yang diberikan Tuhan padanya. Berharap uang itu dapat digunakan untuk menghilangkan lapar dan dahaga yang singgah dalam tubuhnya selama berhari-hari.
Namun yang aku lihat, Pejabat itu malah memukul tangan kiri
pria itu, setelah itu dia menyalakan sebatang rokok. Tangan kiri menjapit rokok
dan tangan kanan memegang korek. Seakan menunjukkan bahwa si Pejabat bisa melakukan
apa yang si Pengemis tidak bisa. Si pengemis tidak marah, dia hanya semakin
merendahkan harga dirinya, dengan mengeluarkan air mata, berharap dia akan
dikasih uang oleh si Pejabat itu.
Pengemis berkata bahwa Pejabat memang tidak pernah membela
rakyatnya. Dia hanya mau berfoya-foya semata. Menikmati semua pajak yang
diberikan oleh rakyat tanpa perlu memberikan kontribusi sedikit, bahkan kepada
para pengemis sekalipun.
Kemudian si Pejabat mengambil secarik kertas, terlihat
senyum seringai dari si Pengemis. Mungkin dia mengira kertas itu adalah cek
yang bisa dia cairkan di bank. Mungkin setelah ini kertas itu diberikan
padanya, dia akan senang dan menarik sebuah kata-katanya. Kemudian setelah
selesai menulis, diberikan kertas itu kepada si Pengemis dan yang kulihat dia
menangis dan kemudian pergi dari tempat itu meninggalkan si Pejabat. Seketika
sebuah mobil sedan datang menjemput si Pejabat.
Ternyata kertas yang tadi ditulis oleh si Pejabat
tertinggal. Aku mengambil kertas itu dan membacanya. Ternyata si Pejabat
menulis, “Bersyukurlah karena kau masih
punya satu tangan untuk kau gunakan, sementara aku sekarang meski aku adalah
seorang pejabat, tapi sebentar lagi aku akan menderita karena diabetes stadium
akhir yang membuatku harus kehilangan kedua tangan dan kakiku, juga kanker
tenggorokan yang membuatku tidak bisa bicara lagi, maka dari itu aku tetap
merokok, dengan tujuan agar nyawaku juga pergi dan tidak merepotkan keluaga ku
lagi.”
Komentar
Posting Komentar