Mabuk Harapan

 


Kau tahu kenapa manusia bisa sakit tanpa dipukul? tanpa ditikam? dan tanpa dihina-hina atau dimaki-maki? Karena hal yang dia lakukan sendiri. Berharap terhadap sesuatu yang belum pasti, mengamini setiap hal yang dia inginkan, serta memaksakan kehendak semesta.


Harapan, itu hal yang sering aku teguk tiap malam. Kadang sendiri, kadang bersama teman-teman. Harapan yang berasal dari orang, benda, ataupun keadaan. Harapan yang tiap malam tertuang di gelas kosong, lalu diminum dan diteguk dengan penuh hasrat. Seketika kepalaku menjadi berat, dan mataku pun terpejam erat.


Disaat sinar matahari menampar wajahku, terasa panas karena saat itu sudah siang. Aku kembali memikirkan harapan semalam yang ku minum, sembari melihat jam tangan yang menunjukkan jam 1 siang. Teringat waktu kemarin kau bertanya padaku dimana bisa membeli lumpia Semarang di sekitar kota kecil ini. Kau bilang sudah cari kemana-mana, namun tidak ada. Aku khawatir jika keinginanmu tidak terpenuhi. Aku tak ingin kau bersedih dan merasa sendiri. Akhirnya, aku pergi mencari keinginanmu meski kepalaku terasa berat seperti diatasnya ada bakul jamu. 


Aku cari benda itu, benda yang kau mau. Seharusnya aku mencarinya bersamamu, namun kau ucap kau tak mau, karena kau ingin mengerjakan sesuatu. Aku nyalakan motor butut pemberian Ayahku, mencari kesana-kemari lumpia Semarang itu. Kota kecil ini tiba-tiba terasa besar buatku, hampir aku menyerah, namun harapanku yang telah kuminum semalam membuatku terus berjalan, hingga akhirnya apa yang dicari aku temukan, apa yang kau mau.


Setelah bernegosiasi dengan sang penjual, aku dapatkan seporsi lumpia Semarang yang kau suka. Aku kabari dirimu, tanpa menunggu kau membalas, aku langsung tancap gas. Saat jarakku sudah dekat dengan kosmu, aku iseng mengecek balasan darimu, "Aku nggak lagi di kos". Apakah aku berpikir untuk kembali? Tidak, Aku mesti memberikan makanan ini padamu, meski aku harus menunggu sampai kau kembali. 


Sekitar 100 meter dari kosmu aku lihat motor warna merah parkir di depan gerbang. Aku tak mengenali motor siapa itu, apakah teman kosmu? tapi setahuku tak ada motor yang seperti itu. Akhirnya waktu aku lewat, terlihat kamu sedang disuapi lumpia Semarang oleh seorang laki-laki yang tak aku kenali. Aku coba untuk tenang, dengan cara mengendarai motorku lebih pelan, tapi amarah di otakku berlarian begitu cepat. 


Akhirnya aku memilih berhenti di seberang jalan. Lumpia Semarang yang aku pegang, aku lihat kembali, ingin rasanya aku buang makanan ini sekalian dengan rasa amarahku. Namun lebih baik makanan kuberi ke pengemis, sekalian menegaskan bahwa aku harus mengikhlaskanmu.


Malamnya, aku datang ke tempat biasa. Teman-temanku sudah menyiapkan sebotol minuman yang berisi harapan. Tetap aku teguk meski sekarang rasanya lebih pahit dari yang kemarin. Segelas harapan yang aku teguk, sekarang terasa sebagai harapan agar aku lupa padamu, namun sama saja, harapan hanya akan terus menyakitkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semua yang Kamu Miliki (SKM)

Sang Gadis dan Coklat Favoritnya

Wedang Jahe (Wes ora usah begaDang, Jare pengen sehat Hehe)